Pada hari Jumat lalu, 2 November 2012, datang sebuah
kejadian yang tidak terlupakan seumur hidup saya dan kami (saya dan istri
tentunya). Berawal di pagi hari kurang
lebih jam 04.00 pagi, istri saya membangunkan saya dengan nada agak panik.
Istri saya bilang bahwa ada yang mengucur dari dalam celananya, walaupun tidak
banyak. Seketika langsung saya bangun dan membangunkan ibu mertua saya. Untung hari-hari sebelumnya saya sudah
mempersiapkan peralatan-peralatan dan pakaian-pakaian dalam sebuah tas, jadi
apabila sewaktu-waktu terjadi persalinan tidak bingung mencari-cari apa yang
harus dibawa. Lalu kami pun bergegas menuju ke bidan terdekat untuk mendapatkan
pertolongan pertama.
Ya memang, kehidupan di desa pada umumnya apabila terjadi
proses persalinan orang-orang datang ke bidan terlebih dahulu untuk mendapatkan
pertolongan pertama, apabila memungkinkan maka persalinan dapat dilakukan di bidan
apabila tidak maka akan di rujuk ke Rumah Sakit pilihan keluarga.
Loh, kenapa di desa? Bukankah saya selama ini tinggal di Ibu
Kota? Mari kita simak sebentar sejarahnya terlebih dahulu…
Ada kondisi dimana istri saya bersikeras untuk merawat
ayahnya (mertua saya). Mertua saya mengidap penyakit diabetes dan sudah
beberapa kali operasi, termasuk diantara operasi mata yang diakibatkan oleh
penyakit diabetes tersebut.
Kehamilan pertama istri saya ini memang penuh cobaan. Ketika
hamil muda, usia kandungan sekitar 2-3 bulan, ketika usia kandungan sedang
rentan-rentannya, saya harus rela meninggalkan istri saya untuk bekerja diluar
kota. Untung istri saya tidak banyak ngidam yang aneh-aneh dan tidak ada kondisi yang
tidak mengenakkan sehingga saya pun tidak was-was meninggalkan istri demi
mencari biaya persalinan. Pernah sih satu kali ngidam untuk makan nasi bebek madura, karena kasihan tidak ada yang membelikan, kakak ipar saya pun membelikannya tapi ternyata salah, sampai akhirnya bapak saya datang belikan (ternyata malah dekat rumah).
Cobaan berikutnya datang, ketika saya sudah kembali bertemu istri, tiba-tiba penyakit malaria saya kambuh (ya, saya pergi ke daerah endemic malaria). Istri saya sangat sedih melihat penyakit malaria saya yang kambuh dan menurunkan berat badan saya hingga 6kg lebih (istri saya tidak pernah melihat saya sekurus ini).
Cobaan berikutnya datang, ketika saya sudah kembali bertemu istri, tiba-tiba penyakit malaria saya kambuh (ya, saya pergi ke daerah endemic malaria). Istri saya sangat sedih melihat penyakit malaria saya yang kambuh dan menurunkan berat badan saya hingga 6kg lebih (istri saya tidak pernah melihat saya sekurus ini).
Penyakit malaria sudah hilang, saya sudah kembali
beraktivitas dan sudah mulai normal berat badannya, datang cobaan berikutnya
yaitu ketika dapat kabar bahwa ayah mertua masuk Rumah Sakit. Dan akhirnya kami
pun pulang ke desa. Penyakit diabetes yang di derita ayah mertua saya sudah
cukup parah, dimana harus rajin untuk menyuntikkan insulin secara teratur untuk
mengontrol kadar gula agar tetap di angka normal. Untungnya istri saya sudah
melewati trisemester pertama kehamilan sehingga kandungannya sudah cukup kuat
untuk dibawa kesana-kemari, termasuk bepergian ke Solo untuk operasi mata ayah
mertua.
Selama istri merawat ayahnya di desa, saya terpaksa harus berpisah
lagi dengan istri saya untuk kembali ke Ibu Kota mencari biaya persalinan. Tapi
pada kenyataannya tidak sepenuhnya benar, karena sebagian tabungan persalinan
saya belikan XBOX360 dan TV LCD baru, hahahahha… Hal tersebut saya lakukan
untuk mengusir kebosanan, karena selama ini setiap habis jenuh bekerja saya
selalu bercanda dan tertawa-tawa bersama istri. Tapi ketika istri saya sedang
jauh, siapa yang mau saya ajak bercanda dan tertawa-tawa di malam hari sepulang
kerja?
Ketika usia kandungan istri sudah mendekati usia melahirkan,
saya pun pergi ke desa untuk menjadi suami siaga. Menjadi suami siaga kurang
lebih 1 bulan sampai akhirnya pada tanggal 2 November 2012…
Baiklah, mari kita kembali ke cerita proses persalinan.
Sampai di bidan kurang lebih jam 05.00 pagi, beruntung
bidannya belum berangkat dinas ke puskesmas. Sehingga bidan bisa memeriksa
istri saya. Bidan memantau keadaan istri saya hingga pukul 10.00 pagi, didapati
tekanan darah istri saya yang tinggi dan tak kunjung turun, selalu diangka 150-170.
Bidan tidak berani untuk melanjutkan proses persalinan dan akhirnya di tunjuk
ke Rumah Sakit pilihan saya dan istri (karena istri saya beberapa kali terakhir
ini cocok dengan salah satu dokter kandungan yang praktek di Rumah Sakit
tersebut). Dan berangkatlah kami ke Rumah Sakit tersebut. Kurang lebih pukul
10.30 sampai di Rumah Sakit, langsung masuk ruang bersalin. Kondisi istri saya
pada waktu ruang bersalin sudah pembukaan 3. Oleh dokter langsung diberi 2 buah
botol infuse, satu berisi cairan penurun tekanan darah dan satu lagi berisi
cairan induksi. Saya dan istri memang berkeinginan untuk melahirkan normal,
karena beberapa kali periksa kandungan dokter menyatakan untuk memungkinkan
melahirkan normal. Dan disinilah kehebohan dimulai.
Rasa sakit luar biasa sudah mulai di derita istri saya.
Istri saya menceritakan rasanya seperti mules di dalam perut dikalikan 10. Saya
tidak bisa membayangkan rasa sakit yang dirasakan istri saya. Seumur hidup
saya, sakit yang terhebat yang pernah saya derita adalah ketika mengidap malaria dan
low back pain (saya harap di kemudian hari ga ada lagi rasa sakit yang lebih
hebat dari itu), melihat rasa sakit yang diderita sang istri, saya merasa sakit
hebat yang pernah saya rasakan itu tidak apa-apanya. Oleh para perawat istri
saya terus diingatkan untuk mengatur nafas, tarik nafas panjang dan dikeluarkan
lewat mulut. Sedikit demi sedikit pembukaan sudah di pembukaan 8. Waktu sudah
menunjukkan pukul 14.00. Rasa mules hebat tersebut membuat istri saya hampir
tidak bisa beristirahat untuk mengambil nafas panjang. Baru istirahat sekian
detik untuk mengambil nafas dari rasa sakit, timbul lagi rasa mules hebat
sampai beberapa menit lamanya dan begitu pula seterusnya. Saya memasrahkan
tangan dan muka saya untuk di remas-remas oleh istri ketika dia merasakan rasa sakitnya, saya tidak tahu
apa yang ada di pikirannya ketika rasa sakitnya tersebut mulai timbul, sempat
terpikir bahwa istri saya begini juga gara-gara saya, hahahaha…
Waktu menunjukkan pukul 15.00 dokter kandungan pun sudah
datang untuk mengontrol dan membantu persalinan, oleh dokter masih belum boleh
untuk mengejan. Walaupun sudah beberapa kali istri saya menyerah dan ingin
sekali mengejan. Namun saya selalu mengingatkan untuk jangan mengejan, ikuti
arahan dokternya. Sampai akhirnya dokter memeriksa denyut jantung bayi di dalam
kandungan. Di sini masalah mulai timbul, di dapati denyut jantung bayi melemah
ketika induksi di stop, namun kuat kembali ketika induksi dibuka lagi. Hingga
saat ini posisi bayi belum juga turun dan kepalanya masih belum terasa, apabila
di vacuum pun berbahaya karena posisinya masih terlalu jauh. Karena kondisi
tersebut membahayakan bagi kedua belah pihak, sang ibu dan sang bayi, maka
dokter merekomendasikan untuk di cesar saja.
Istri saya sempat histeris tidak mau di cesar, saya cukup
memahami rasanya tidak ikhlas kalau sudah melewati rasa sakit segitu hebatnya tapi
akhirnya harus di cesar. Akhirnya keputusan cesar diambil demi keselamatan
bersama. Istri saya pun masuk ruang operasi pukul 15.30.
Dan pukul 16.00 lahirlah putri kami tercinta, dengan berat
3,76kg dan panjang 52cm. Cukup besar dan sangat lucu, apalagi rambutnya yang
sangat tebat (selama hamil tua istri saya sering merasakan rasa gatal dari
dalam, di posisi rahim bawah, mungkin ini dari rambut bayi kami yang sangat
tebal). Walaupun begitu, istri saya masih belum keluar ruang operasi sampai
pukul 22.00, karena masih menunggu untuk tekanan darahnya normal dan rasa
menggigilnya hilang.
Di dalam kamar rawat, istri saya cerita bahwa si perawat
sempat bilang ke dokter bahwa bukaannya sudah lengkap, si dokter menjawab, ya
habis bagaimana lagi. Si perawat sempat menenangkan istri sambil bilang bahwa
istri saya merasakan rasanya 2 melahirkan, yaitu melahirkan normal dan
melahirkan cesar. Dan ketika dibedah si dokter bilang ke istri saya bahwa
penyebabnya adalah si leher bayi terlilit tali pusar sehingga menyebabkan
kondisinya seperti itu. Entah kenapa kondisi terlilit tali pusar tersebut tidak
terlihat ketika kami USG sebelum-sebelumnya, atau karena kami tidak pernah
periksa USG 4D? Ah, tapi tidak apalah, yang penting bayi kami lahir selamat,
sehat dan istri saya selamat dan sehat juga. Segala rasa sakit yang dialami istri dan kecemasan saya selama proses persalinan terobati sudah dengan lahirnya putri kami yang lucu dan sehat.
Nama, bagi sebagian besar orang, nama adalah Doa orang tua bagi si
anak. Begitu juga kami, nama lengkap dan nama panggilan anak kami adalah doa
kami yang kelak akan mengiringinya seumur hidupnya. Namanya adalah Mikhayla
Putri Ramandita. Mikhayla menurut referensi-referensi yang saya baca berarti
Anugrah Tuhan, bisa juga berarti Malaikat. Tentu saja, anak mungil kami adalah
anugrah Tuhan yang selama ini kami tunggu dan juga malaikat kecil bagi kami.
Putri Ramandita, yang berarti sang putri (yang cantik) dari keluarga Ramandita.
Kami memutuskan untuk memanggilnya dengan sebutan “Lala”. Kenapa Lala? Karena
kami ingin memanggil dia sambil bernyanyi riang gembira. Ketika orang-orang
bersenandung atau bernyanyi gembira, pada umumnya mereka menyanyikan
Lalalalalalala… Kami berdoa agar kelak apapun kondisinya anak kami selalu dalam
kondisi bahagia dan riang gembira, sesuai dengan nama panggilannya..
Lalalalalalalala…
Ucapan selamat berdatangan dari berbagai media, mulai
langsung dan paling banyak melalui media social. Ada satu ucapan selamat yang
paling berkesan dan memotivasi saya. “Semoga sukses mendidiknya bro..”
Sederhana namun memiliki pesan tanggung jawab yang luar biasa besar kelak.
Cepat besar dan sehat selalu putriku sayang…
Riang gembiralah selalu..
Lalalalalalalalalala…
No comments:
Post a Comment