Friday, 16 November 2012

Selamat datang anakku, Mikhayla Putri Ramandita.



Pada hari Jumat lalu, 2 November 2012, datang sebuah kejadian yang tidak terlupakan seumur hidup saya dan kami (saya dan istri tentunya).  Berawal di pagi hari kurang lebih jam 04.00 pagi, istri saya membangunkan saya dengan nada agak panik. Istri saya bilang bahwa ada yang mengucur dari dalam celananya, walaupun tidak banyak. Seketika langsung saya bangun dan membangunkan ibu mertua saya.  Untung hari-hari sebelumnya saya sudah mempersiapkan peralatan-peralatan dan pakaian-pakaian dalam sebuah tas, jadi apabila sewaktu-waktu terjadi persalinan tidak bingung mencari-cari apa yang harus dibawa. Lalu kami pun bergegas menuju ke bidan terdekat untuk mendapatkan pertolongan pertama.

Ya memang, kehidupan di desa pada umumnya apabila terjadi proses persalinan orang-orang datang ke bidan terlebih dahulu untuk mendapatkan pertolongan pertama, apabila memungkinkan maka persalinan dapat dilakukan di bidan apabila tidak maka akan di rujuk ke Rumah Sakit pilihan keluarga.

Loh, kenapa di desa? Bukankah saya selama ini tinggal di Ibu Kota? Mari kita simak sebentar sejarahnya terlebih dahulu…

Ada kondisi dimana istri saya bersikeras untuk merawat ayahnya (mertua saya). Mertua saya mengidap penyakit diabetes dan sudah beberapa kali operasi, termasuk diantara operasi mata yang diakibatkan oleh penyakit diabetes tersebut.

Kehamilan pertama istri saya ini memang penuh cobaan. Ketika hamil muda, usia kandungan sekitar 2-3 bulan, ketika usia kandungan sedang rentan-rentannya, saya harus rela meninggalkan istri saya untuk bekerja diluar kota. Untung istri saya tidak banyak ngidam yang aneh-aneh dan tidak ada kondisi yang tidak mengenakkan sehingga saya pun tidak was-was meninggalkan istri demi mencari biaya persalinan. Pernah sih satu kali ngidam untuk makan nasi bebek madura, karena kasihan tidak ada yang membelikan, kakak ipar saya pun membelikannya tapi ternyata salah, sampai akhirnya bapak saya datang belikan (ternyata malah dekat rumah).

Cobaan berikutnya datang, ketika saya sudah kembali bertemu istri, tiba-tiba penyakit malaria saya kambuh (ya, saya pergi ke daerah endemic malaria). Istri saya sangat sedih melihat penyakit malaria saya yang kambuh dan menurunkan berat badan saya hingga 6kg lebih (istri saya tidak pernah melihat saya sekurus ini).

Penyakit malaria sudah hilang, saya sudah kembali beraktivitas dan sudah mulai normal berat badannya, datang cobaan berikutnya yaitu ketika dapat kabar bahwa ayah mertua masuk Rumah Sakit. Dan akhirnya kami pun pulang ke desa. Penyakit diabetes yang di derita ayah mertua saya sudah cukup parah, dimana harus rajin untuk menyuntikkan insulin secara teratur untuk mengontrol kadar gula agar tetap di angka normal. Untungnya istri saya sudah melewati trisemester pertama kehamilan sehingga kandungannya sudah cukup kuat untuk dibawa kesana-kemari, termasuk bepergian ke Solo untuk operasi mata ayah mertua.
Selama istri merawat ayahnya di desa, saya terpaksa harus berpisah lagi dengan istri saya untuk kembali ke Ibu Kota mencari biaya persalinan. Tapi pada kenyataannya tidak sepenuhnya benar, karena sebagian tabungan persalinan saya belikan XBOX360 dan TV LCD baru, hahahahha… Hal tersebut saya lakukan untuk mengusir kebosanan, karena selama ini setiap habis jenuh bekerja saya selalu bercanda dan tertawa-tawa bersama istri. Tapi ketika istri saya sedang jauh, siapa yang mau saya ajak bercanda dan tertawa-tawa di malam hari sepulang kerja?

Ketika usia kandungan istri sudah mendekati usia melahirkan, saya pun pergi ke desa untuk menjadi suami siaga. Menjadi suami siaga kurang lebih 1 bulan sampai akhirnya pada tanggal 2 November 2012…
Baiklah, mari kita kembali ke cerita proses persalinan.

Sampai di bidan kurang lebih jam 05.00 pagi, beruntung bidannya belum berangkat dinas ke puskesmas. Sehingga bidan bisa memeriksa istri saya. Bidan memantau keadaan istri saya hingga pukul 10.00 pagi, didapati tekanan darah istri saya yang tinggi dan tak kunjung turun, selalu diangka 150-170. Bidan tidak berani untuk melanjutkan proses persalinan dan akhirnya di tunjuk ke Rumah Sakit pilihan saya dan istri (karena istri saya beberapa kali terakhir ini cocok dengan salah satu dokter kandungan yang praktek di Rumah Sakit tersebut). Dan berangkatlah kami ke Rumah Sakit tersebut. Kurang lebih pukul 10.30 sampai di Rumah Sakit, langsung masuk ruang bersalin. Kondisi istri saya pada waktu ruang bersalin sudah pembukaan 3. Oleh dokter langsung diberi 2 buah botol infuse, satu berisi cairan penurun tekanan darah dan satu lagi berisi cairan induksi. Saya dan istri memang berkeinginan untuk melahirkan normal, karena beberapa kali periksa kandungan dokter menyatakan untuk memungkinkan melahirkan normal. Dan disinilah kehebohan dimulai.

Rasa sakit luar biasa sudah mulai di derita istri saya. Istri saya menceritakan rasanya seperti mules di dalam perut dikalikan 10. Saya tidak bisa membayangkan rasa sakit yang dirasakan istri saya. Seumur hidup saya, sakit yang terhebat yang pernah saya derita adalah ketika mengidap malaria dan low back pain (saya harap di kemudian hari ga ada lagi rasa sakit yang lebih hebat dari itu), melihat rasa sakit yang diderita sang istri, saya merasa sakit hebat yang pernah saya rasakan itu tidak apa-apanya. Oleh para perawat istri saya terus diingatkan untuk mengatur nafas, tarik nafas panjang dan dikeluarkan lewat mulut. Sedikit demi sedikit pembukaan sudah di pembukaan 8. Waktu sudah menunjukkan pukul 14.00. Rasa mules hebat tersebut membuat istri saya hampir tidak bisa beristirahat untuk mengambil nafas panjang. Baru istirahat sekian detik untuk mengambil nafas dari rasa sakit, timbul lagi rasa mules hebat sampai beberapa menit lamanya dan begitu pula seterusnya. Saya memasrahkan tangan dan muka saya untuk di remas-remas oleh istri ketika  dia merasakan rasa sakitnya, saya tidak tahu apa yang ada di pikirannya ketika rasa sakitnya tersebut mulai timbul, sempat terpikir bahwa istri saya begini juga gara-gara saya, hahahaha…

Waktu menunjukkan pukul 15.00 dokter kandungan pun sudah datang untuk mengontrol dan membantu persalinan, oleh dokter masih belum boleh untuk mengejan. Walaupun sudah beberapa kali istri saya menyerah dan ingin sekali mengejan. Namun saya selalu mengingatkan untuk jangan mengejan, ikuti arahan dokternya. Sampai akhirnya dokter memeriksa denyut jantung bayi di dalam kandungan. Di sini masalah mulai timbul, di dapati denyut jantung bayi melemah ketika induksi di stop, namun kuat kembali ketika induksi dibuka lagi. Hingga saat ini posisi bayi belum juga turun dan kepalanya masih belum terasa, apabila di vacuum pun berbahaya karena posisinya masih terlalu jauh. Karena kondisi tersebut membahayakan bagi kedua belah pihak, sang ibu dan sang bayi, maka dokter merekomendasikan untuk di cesar saja.
Istri saya sempat histeris tidak mau di cesar, saya cukup memahami rasanya tidak ikhlas kalau sudah melewati rasa sakit segitu hebatnya tapi akhirnya harus di cesar. Akhirnya keputusan cesar diambil demi keselamatan bersama. Istri saya pun masuk ruang operasi pukul 15.30.

Dan pukul 16.00 lahirlah putri kami tercinta, dengan berat 3,76kg dan panjang 52cm. Cukup besar dan sangat lucu, apalagi rambutnya yang sangat tebat (selama hamil tua istri saya sering merasakan rasa gatal dari dalam, di posisi rahim bawah, mungkin ini dari rambut bayi kami yang sangat tebal). Walaupun begitu, istri saya masih belum keluar ruang operasi sampai pukul 22.00, karena masih menunggu untuk tekanan darahnya normal dan rasa menggigilnya hilang.

Di dalam kamar rawat, istri saya cerita bahwa si perawat sempat bilang ke dokter bahwa bukaannya sudah lengkap, si dokter menjawab, ya habis bagaimana lagi. Si perawat sempat menenangkan istri sambil bilang bahwa istri saya merasakan rasanya 2 melahirkan, yaitu melahirkan normal dan melahirkan cesar. Dan ketika dibedah si dokter bilang ke istri saya bahwa penyebabnya adalah si leher bayi terlilit tali pusar sehingga menyebabkan kondisinya seperti itu. Entah kenapa kondisi terlilit tali pusar tersebut tidak terlihat ketika kami USG sebelum-sebelumnya, atau karena kami tidak pernah periksa USG 4D? Ah, tapi tidak apalah, yang penting bayi kami lahir selamat, sehat dan istri saya selamat dan sehat juga. Segala rasa sakit yang dialami istri dan kecemasan saya selama proses persalinan terobati sudah dengan lahirnya putri kami yang lucu dan sehat.



Nama, bagi sebagian besar orang, nama adalah Doa orang tua bagi si anak. Begitu juga kami, nama lengkap dan nama panggilan anak kami adalah doa kami yang kelak akan mengiringinya seumur hidupnya. Namanya adalah Mikhayla Putri Ramandita. Mikhayla menurut referensi-referensi yang saya baca berarti Anugrah Tuhan, bisa juga berarti Malaikat. Tentu saja, anak mungil kami adalah anugrah Tuhan yang selama ini kami tunggu dan juga malaikat kecil bagi kami. Putri Ramandita, yang berarti sang putri (yang cantik) dari keluarga Ramandita. Kami memutuskan untuk memanggilnya dengan sebutan “Lala”. Kenapa Lala? Karena kami ingin memanggil dia sambil bernyanyi riang gembira. Ketika orang-orang bersenandung atau bernyanyi gembira, pada umumnya mereka menyanyikan Lalalalalalala… Kami berdoa agar kelak apapun kondisinya anak kami selalu dalam kondisi bahagia dan riang gembira, sesuai dengan nama panggilannya.. 

Lalalalalalalala…

Ucapan selamat berdatangan dari berbagai media, mulai langsung dan paling banyak melalui media social. Ada satu ucapan selamat yang paling berkesan dan memotivasi saya. “Semoga sukses mendidiknya bro..” Sederhana namun memiliki pesan tanggung jawab yang luar biasa besar kelak.
Cepat besar dan sehat selalu putriku sayang…

Riang gembiralah selalu..

Lalalalalalalalalala…


No comments:

Post a Comment